Disusun oleh;
Nilty Shofiyya NIM: 2021114060
Roziqoh NIM:
2021114054
M.Syariful Anam NIM: 2021113085
Kelas G
JURUSAN
TARBIYAH PRODI PAI
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2016
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Model
Pengembangan Kurikulum
Model pengembangan
kurikulum merupakan konstruksi yang dijadikan lambang teoritis untuk
melaksanakan suatu kegiatan. Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis
tentang suatu konsepsi dasar. Dalam kegiatan pengembangan kurikulum
, model
merupakan ulasan teoritis tentang proses pengembangan kurikulum secara
menyeluruh atau dapat pula hanya
mencakup salah satu komponen kurikulum. Ulasan teoritis tersebut menekankan
pada ulasan yang berbeda-beda. Ada yang menekankan pada komponen organisasi
kurikulum dan ada pula yang menekankan pada mekanisme pengembangannya saja.
Adapun model-model
pengembangan kuriklulum yang di kemukakan oleh beberapa ahli adalah sebagai
berikut:
1. Model Pengembangan Kurikulum Rogers
Model yang dikemukakan
oleh Rogers berguna bagi para pengajar di sekolah ataupun di perguruan tinggi.
Ada beberapa model yang dikemukakan Rogers, yaitu jumlah dari model yang paling
sederhana sampai dengan yang komplit. Adapun model-model tersebut (ada empat
model) dapat dikemukaakan sebagai berikut :
a.
Model I (atau
model yang paling sederhana) menggambarkan bahwa kegiatan pendidikan
semata-mata terdiri atas kegiatan memberikan informasi (isi pelajaran) dan
ujian.
b.
Model II dilakukan dengan menyempurnakan model I
dengan memperkirakan pemilihan metode yang efektif bagi berlangsungnya proses
pengajaran. Di samping itu, bahan pelajaran juga sudah disusun secara
sistematis, dari yang mudah ke yang lebih sukar dan juga memperhatikan luas dan
dalamnya suatu bahan pelajaran. Akan tetapi, model II belum memperhatikan
masalah teknologi pendidikan yang sangat menunjang keberhasilan kegiatan
pengajaran.
c.
Model III
pengembangan kurikulum ini merupakan penyempurnaan model II yaitu dengan
memasukkan unsur teknologi pendidikan ke
dalamnya. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa teknologi pendidikan merupakan
faktor yang sangat menunjang dalam keberhasilan kegiatan belajar mengajar.
d.
Model IV,
pengembangan kurikulum merupakan penyempurnaan model III, yaitu dengan
memasukkan unsure tujuan ke dalamnya. Tujuan organisasi bahan, teknologi
pengajaran, isi pelajaran maupun kegiatan penilaian yang dilakukan.[1]
2. Model Pengembngan Kurikulum Zais
Robert S. Zais (1978)
mengemukakan delapan macam model pengembangan kurikulum. Model-model tersebut
sebagian merupakan model yang sering di tempuh dalam kegiatan pengembangan
kurikulum sekolah, dan sebagian merupakan ulasan terhadap model yang
dikemukakan oleh tokoh-tokoh tertentu, model-model tersebut diantaranya adalah
:
a.
The
administrative model
Model
pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak
dikenal. Diberi nama model administratif atau line staff karena
inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan
dan menggunakan prosedur administrasi.
b.
The grass roots
model
Model
pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya
pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tapi datang dari bawah, yaitu
guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama, digunakan
dalam system pengelolaan pendidikan kurikulum yang bersifat sentralisasi,
sedangkan model grass roots akan berkembang dalam system pendidikan yang
bersifat desentralisasi.
c.
Beauchamp’s
system
Model
pengembangan kurikulum ini, dikembangkan oleh Beauchamp seorang ahli kurikulum.
Beauchamp mengemukakan lima hal di dalam pengembangan suatu kurikulum.
1.)
menetapkan arena
atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut, apakah suatu
sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi ataupun seluruh Negara.
2.)
menetapkan
personalia, yaitu siapa-siapa yang turut terlibat dalam pengembangan kurikulum.
3.)
organisasi dan
prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini berkenaan dengan prosedur yang
harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus.
4.)
Implementasi
kurikulum, langkah ini merupakan langkah mengimplemantasikan atau melaksanakan
kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana.
5.)
Evaluasi
kurikulum.
d.
The
demonstration model
Model
demontrasi pada dasarnya bersifat grass roots, datang dari bawah. Model ini
umumnya berskala kecil, hanya mencakup suatu atau beberapa sekolah, suatu
komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum, karena
sifatnya ingin mengubah atau mengganti kurikulum yang ada, pengembangan
kurikulum sering mendapat tantangan dari pihak-pihak tertentu.
e.
Taba’s inverted
model
Menurut
cara yang bersifat tradisional pengembangan kurikulum dilakukan secara deduktif,
dengan urutan :
1.)
Penentuan
prinsip-prinsip dan kebijaksanaan dasar,
2.)
Merumuskan
desain kurikulum yang bersifat menyeluruh didasarkan atas komitmen-komitmen
tertentu,
3.)
Menyusun
unit-unit kurikulum sejalandengan desain yang menyeluruh,
4.)
Melaksanakan
kurikulum di dalam kelas.
Ada lima langkah pengembangan kurikulum
model Taba ini.
a.)
Mengadakan
unit-unit eksperimen bersama guru-guru
b.)
Menguji unit
eksperimen
c.)
Mengadakan
revisi dan konsolidasi
d.)
Pengembangan
keseluruhan kerangka kurikulum
e.)
Implementasi dan
diseminasi.
f.
Roger’s
interpersonal relations model
Meskipun
Rogers bukan seorang ahli pendidikan (ia ahli psikologi atau psikoterapi)
tetapi konsep-konsepnya tentang psikoterapi khususnya bagaimana membimbing
individu juga dapat diterapkan dalam bidang pendidikan dan pengembangan
kurikulum. Menurut When Crosby (1970 : 388) perubahan kurikulum adalah
perubahan individu.
Menurut
Rogers manusia berada dalam proses perubahan (becoming, developing, changing),
sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi
untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu
ia membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar atau mempercepat
perubahan tersebut.
g.
The Syistematic
action-research model
Model
kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan
perubahan sosial. Hal itu mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian
orang tua, siswa, guru, struktur sistem sekolah, pola hubungan pribadi dan
kelompok dari sekolah dan masyarakat.
h.
Emerging
technical models
Perkembangan
bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi efektivitas
dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan model-model kurikulum. Tumbuh
kecenderungan-kecenderungan baru yang didasarkan atas hal itu, diantaranya :
1.)
The Behavioral
Analysis model, menetapkan penguasaan perilaku atau
kemampuan yang kompleks.
2.)
The System
Analysis model berasal dari gerakan efisiensi bisnis.
3. Model Ralph Tyler
Model pengembangan kurikulum yang dikemukakan Tyler (1949) diajukan
berdasarkan pada beberapa pertanyaan yang mengarah pada langkah-langkah dalam
pengembangan kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah :
a.
Tujuan pendidikan apa yang harus dicapai oleh sekolah.
b.
Pengalaman-pengalaman pendidikan apakah yang semestinya
diberikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
c.
Bagaimanakah pengalaman-pengalaman pendidikan sebaiknya
diorganisasikan.
d.
Bagaimanakah menentukan bahwa tujuan telah dicapai.
Oleh karena
itu, menurut Tyler ada empat tahap yang harus dilakukan dalam pengembangan
kurikulum, yang meliputi :
a.
Menentukan tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan merupakan arah atau sasaran akhir yang harus dicapai
dalam program pendidikan dan pembelajaran. Tujuan pendidikan harus menggambarkan
perilaku akhir setelah peserta didik mengikuti program pendidikan.
Ada tiga aspek yang harus dipertimbangkan sebagai sumber dalam penentuan
tujuan pedidikan menurut Tyler, yaitu :
1.) Hakikat peserta
didik.
2.) Kehidupan
masyarakat masa kini.
3.) Pandangan para ahli
bidang studi.
4.) Menentukan proses
pembelajaran yang harus dilakukan.
Salah satu aspek yang harus diperhatiakan dalam penentuan proses
pembelajaran adalah persepsi dan latar belakang kemampuan peserta didik.
Artinya, pengalaman yang sudah dimiliki siswa harus menjadi bahan pertimbangan
dalam menentukan proses pembelajaran selanjutnya. Dalam proses pembelajaran
akan terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungan atau sumber
belajar yang tujuannya untuk membentuk sikap, pengetahuan dan keterampilan
sehingga menjadi perilaku yng utuh. Oleh karena itu, ketetapan dalam pemilihan
proses pembelajaran sangat menentukan dalam pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan.
b.
Menentukan organisasi pengalaman belajar.
Pengalaman belajar di dalamnya mencakup tahapan-tahapan belajar dan isi
atau materi belajar. Bahan yang harus dipelajari peserta didik dan pengalaman
belajar apa yang harus dilakukan, diorganisasi sedemikian rupa sehingga dapat
memudahkan dalam pencapaian tujuan.
c.
Menentukan evaluasi pembelajaran.
Menentukan jenis evaluasi apa yang cocok digunakan, merupakan kegiatan
akhir dalam model Tyler. Jenis penilaian yang akan digunakan, harus disesuaikan
dengan jenis dan sifat dari tujuan pendidikan atau pembelajaran, materi
pembelajaran, dan proses belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Agar
penetapan jenis evaluasi bisa tepat, maka para pengembang kurikulum di samping
harus memperhatikan komponen-komponen kurikulum lainnya, juga harus
memperhatikan prinsip-prinsip evaluasi yang ada.
4. Model administratif
Pengembangan kurikulum model ini disebut juga dengan istilah dari atas ke
bawah (top down) atau staf lini (line-staff procedure), artinya pengembangan
kurikulum ini ide awal dan pelaksanaannya dimulai dari para pejabat tingkat
atas pembuat keputusan dan kebijakan berkaitan dengan pengembangan kurikulum.
Tim ini sekaligus sebagai tim pengarah dalam pengembangan kurikulum. Langkah
kedua adalah membentuk suatu tim panitia pelaksana atau komisi untuk
mengembangkan kurikulum yang didukung oleh beberapa anggota yang terdiri dari
para ahli.
Tim ini bertugas untuk mengembangkan konsep-konsep umum, landasan, rujukan,
maupun strategi pengembangan kurikulum yang selanjutnya menyusun kurikulum
secara operasional berkaitan dengan pengembangan atau rumusan tujuan pendidikan
maupun pembelajaran, pemilihan dan penyusunan rambu-rambu dan substansi materi
pelajaran, dan menentukan penilaian pembelajaran.
Selanjutnya, kurikulum yang sudah selesai disusun kemudian diajukan untuk
diperiksa dan diperbaiki oleh tim pengarah. Setelah perbaikan dan
penyempurnaan, kurikulum tersebut perlu diujicobakan secara nyata di berbagai
sekolah yang dianggap representatif.
5. Model grass roots
Model ini merupakan pengembangan kurikulum yang dimulai dari arus bawah.
Dalam prosesnya pengembangan kurikulum ini diawali dari gagasan guru-guru
sebagai pelaksana pendidikan di sekolah. Model grass roots lebih demokratis
karena pengembangan dilakukan oleh para pelaksana di lapangan, sehingga
perbaikan dan peningkatan dapat dimulai dari unit-unit terkecil dan spesifik
menuju pada bagian-bagian yang lebih besar. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam pengembangan kurikulum model ini, diantaranya :
a.
Guru harus memiliki kemampuan yang profesional.
b.
Guru harus terlibat penuh dalam perbaikan kurikulum, penyelesaian
masalah kurikulum.
c.
Guru harus terlibat langsung dalam perumusan tujuan,
pemilihan bahan, dan penentuan evaluasi.
d.
Seringnya pertemuan kelompok kurikulum yang akan
berdampak terhadap pemahaman guru dan akan menghasilkan konsensus tujuan,
prinsip, maupun rencana-rencana.
6. D.K Wheeler
Dalam bukunya yang
cukup berpengaruh, Curriculum Process, Wheeler (1967) mempunyai argumen
tersendiri agar pengembanagan kurikulum (curriculum developers) dapat
menggunakan suatu proses melingkar (a cycle process), yang mana setiap
elemen saling berhubungan dan saling bergantung.
Pendekatan yang
digunakan Wheeler dalam pengembangan kurikulum pada dasarnya memiliki bentuk
rasional. Setiap langkahnya merupakan pengembangan secara logis terhadap model
sebelumnya, dimana secara umum suatu langkah tidak dapat dilakukan sebelum
langkah-langkah sebelumnya telah diselesaikan.
Langkah-langkah atau phases wheeler adalah :
a. Seleksi
maksud, tujuan dan sasarannya.
b. Seleksi
pengalaman belajar untuk membantu mencapai maksud, tujuan dan sasaran.
c. Seleksi
isi melalui tipe-tipe tertentu dari pengalaman yang mungkin ditawarkan.
d. Organisasi
dan integrasi pengalaman belajar dan isi yang berkenaan dengan proses belajar
mengajar.
e. Evaluasi
setiap fase dan masalah tujuan-tujuan.
7. Model Pengembangan Kurikulum Audery dan Howard
Nichollas
Dalam bukunya,
Developing Curriculum : A Practical Guide, Audery, dan Howard Nichollas
mengembangkan suatu pendekatan yang tegas mencakup elemen-elemen kurikulum
dengan jelas tapi ringkas.
Nicholls
menitikberatkan pada pendekatan pengembangan kurikulum yang rasional, khususnya
kebutuhan untuk kurikulum baru yang muncul dari adanya perubahan situasi.
Terdapat lima langkah
atau tahap yang diperlukan dalam proses pengembangan secara kontinu.
Langkah-langkah tersebut menurut Nichollas adalah :
a.
Analisis situasi.
b.
Seleksi tujuan.
c.
Seleksi dan
organisasi isi.
d.
Seleksi dan
organisasi mode.
e.
Evaluasi.
8. Model Pengembangan Kurikulum Decker Walker
Pada awal tahun 1970,
Decker Walker berpendapat bahwa objectives atau rational model dalam proses
kurikulum ini tidak menerima pendapat dalam literature yang tidak popular.
Walker berpendapat bahwa para pengembang kurikulum tidak mengikuti pendekatan
yang telah ditentukan dari urutan yang rasional dari elemen-elemen kurikulum
ketika mereka mengembangkan kurikulum.
Pada langkah pertama,
walker mempunyai argumen bahwa pernyataan platform diorganisasikan oleh para
pengembang kurikulum dan pernyataan tersebut berisi serangkaian ide, preferensi
atau pilihan, pendapat, keyakinan, dan nilai-nilai yang dimiliki kurikulum.
Kemudian, walker
berpendapat bahwa pengembangan kurikulum tidak memulai tugas mereka dalam
keadaan kosong. Ide-ide, nilai-nilai, konsepsi, dan hal-hal lain yang
pengembang kurikulum gunakan untuk proses pengembangan kurikulum
mengindikasikan adanya kesukaran dan perlakuan sebagai dasar pengembangan
kurikulum.
9.
Model
Pengembangan Kurikulum Malcolm Skilbeck
Malcolm Skilbeck,
direktur pusat pengembangan kurikulum Australia, mengembangkan suatu interaksi
alternative atau model dinamis bagi
proses kurikulum. Dalam sebuah artikelnya, Skillbeck (1976) menganjurkan suatu
pendekatan dalam mengembangkan kurikulum pada tingkat sekolah. Pendapatnya
mengenai sekolah didasarkan pada pengembangan kurikulum (SBCD), sehingga
Skilbeck memberikan suatu modal yang membuat pendidik dapat mengembangkan
kurikulum secara tepat realistis. Dalam hal ini, Skilbeck mempertimbangkan
model dynamic in nature.
Model dinamis atau interaktif
menetapkan bahwa pengembangan kurikulum harus mendahulukan suatu elemen
kurikulum dan melaluinya dengan suatu urutan yang telah ditentukan dan
dianjurkan oleh model rasional.[3]
10.
Model
Olivia
Menurut Olivia suatu model kurikulum harus bersifat simpel,komprehensif dan
sistematik. Komponennya terdiri dari :
a. Perumusan filosofis.
b.
Perumusan tujuan umum.
c. Perumusan tujuan
khusus.
d. Desain perencanaan .
e. Implementasi.
f. Evaluasi.
11.
Model
Beauchamp
Menurut Beauchamp, proses pengembangan kurikulum meliputi lima tahap, yaitu
:
a.
Menentukan arena atau wilayah yang akan dicakup oleh
kurikulum.
b.
Menetapkan personalia.
c.
Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum.
d.
Implementasi kurikulum.
e.
Evaluasi kurikulum.[4]
12.
Model
Taba
Taba mempercayai bahwa guru
merupakan faktor utama dalam usaha pengembangan kurikulum. Menurut Taba, guru
harus penuh aktif dalam pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum yang
dilakukan guru dan memosisikan guru sebagai inovator dalam pengembang kurikulum
merupakan karakteristik dalam model pengembangan Taba.
Langkah-langkahnya sebagai
berikut :
a. Mengadakan unit-unit eksperimen bersama dengan guru-guru.
b. Menguji unit eksperimen.
c. Mengadakan revisi dan konsolidasi.
d. Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum.
e.
Implementasi
dan desiminasi.
13. Model Miller-Seller
Merupakan model pengembangan kurikulum kombinasi dari model transmisi
(gagne) dan model transaksi (taba’s & robinson), dengan tahapan
pengembangan sebagai berikut :
a.
Klarifikasi orientasi kurikulum.
b.
Pengembangan tujuan.
c.
Identifikasi model mengajar.
d.
Implementasi.
B.
Desain
Pengembangan Kurikulum
A
Curriculum design is a set of abstract relationship embodied in the materials
and learning activities of course in use. Dalam konteks
ini, variabel-variabel pokok yakni mata ajaran, siswa, guru, dan milieu
dilibatkan bersama. [5]
Beberapa desain
kurikulum yang ada antara lain sebagai berikut:
1.
Desain kurikulum disiplin ilmu
Desain pengembangan kurikulum ini berorientasi pada pengembangan intelektual siswa yang
dikembangkan oleh para ahli mata pelajaran sesuai dengan
disiplin ilmu masing-masing. Bentuk-bentuk organisasi kurikulum ini sebagai
berikut :
a.
Subject centered curriculum
Bahan atau isi kurikulum disusun dalam bentuk mata pelajaran yang
terpisah-pisah. Pada pengembangan kurikulum di dalam kelas atau pada kebiasaan
belajar mengajar, setiap guru hanya bertanggung jawab pada mata pelajaran yang
diberikannya.
b.
Correlated curriculum
Pada organisasi kurikulum ini, mata pelajaran tidak disajikan secara
terpisah, akan tetapi mata pelajaran yang memiliki kedekatan atau sejenis
dikelompokkan sehingga menjadi suatu bidang studi.
Mengorelasikan
bahan atau isi kurikulum dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan :
1)
Pendekatan struktural
2)
Pendekatan fungsional
3)
Pendekatan derah
c.
Integrated curriculum
Di sini tidak lagi menampakkan nama-nama pelajaran atau bidang studi.
Belajar berangkat dari suatu pokok masalah yang harus dipecahkan. Masalah
tersebut kemudian dinamakan unit, belajar berdasarkan unit bukan hanya
menghafal sejumlah fakta, akan tetapi juga mencari dan menganalisis fakta
sebagai bahan untuk memecahkan masalah.
2. Desain kurikulum berorientasi pada masyarakat
Asumsi yang mendasari bentuk rancangan kurikulum ini adalah, bahwa tujuan
dari sekolah adalah untuk melayani kebutuhan masyarakat. oleh karena itu,
kebutuhan masyarakat harus dijadikan dasar dalam menentukan isi kurikulum.
a.
Perspektif status quo
Rancangan kurikulum ini diarahkan untuk melestarikan nilai-nilai budaya
masyarakat. Dalam perspektif ini kurikulum merupakan perencanaan untuk memberikan
pengetahuan dan keterampilan kepada anak didik sebagai persiapan menjadi orang
dewasa yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat. Yang dijadikan dasar oleh
para perancang kurikulum adalah aspek-aspek penting kehidupan masyarakat.
b.
Perspektif pembaharuan
Dalam perspektif ini, kurikulum dikembangkan untuk lebih meningkatkan
kualitas masyarakat itu sendiri. Kurikulum reformasi menghendaki peran serta
masyarakat secara total dalam proses pendidikan. Pendidikan dalam perspektif
ini harus berperan untuk mengubah tatanan sosial masyarakat.
c.
Perspektif masa depan
Perspektif masa depan sering dikaitkan dengan kurikulum rekonstruksi
sosial, yang menekankan kepada proses mengembangkan hubungan antara kurikulum
dan kehidupan sosial, politik, dan ekonomi masyarakat. Model kurikulum ini
lebih mengutamakan kepentingan sosial dari pada kepentingan individu.
Ada tiga kriteria yang harus diperhatikan dalam proses mengimplementasikan
kurikulum ini. Ketiganya menuntut pembeljaran nyata (real), berdasarkan pada tindakan
(action), dan mengandung nilai (velues). Ketiga kriteria tersebut adalah
pertama, siswa harus memfokuskan kepada salah satu aspek yang ada di masyarakat
yang dianggapnya perlu untuk diubah. Kedua, siswa harus melakukan tindakan
terhadap masalah yang dihadapi masyarakat itu. Ketiga, tindakan siswa harus
didasarkan kepada nilai (values), apakah tindakan itu patut dilaksanakan atau
tidak, apakah memerlukan kerja individual atau kelompok atau bahkan keduanya.
3. Desain kurikulum berorientasi pada siswa
Asumsi yang mendasari desain ini adalah bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membantu
anak didik. Oleh karena itu, penndidikan tidak boleh terlepas dari kehidupan
anak didik.
Desain kurikulum yang berorientasi pada anak didik, dapat dilihat dari:
a.
Perspektif kehidupan anak di masyarakat
Kurikulum berorientasi pada kehidupan anak di masyarakat, mengharapkan
materi kurikulum yang dipelajari di sekolah serta pengalaman belajar, didesain
sesuai dengan kebutuhan anak sebagai persiapan agar mereka dapat hidup di
masyarakat.
b.
Perspektif psikologis
Dalam perspektif psikologis, desain kurikulum yang berorientasi kepada
siswa, sering diartikan juga sebagai kurikulum yang bersifat humanistik, yang
muncul sebagai reaksi terhadap proses pendidikan yang hanya berorientasi pada
segi intelektual.
4. Desain kurikulum teknologis
Desain ini difokuskan kepada efektivitas program, metode dan bahan-bahan
yang dianggap dapat mencapai tujuan. Teknologi mempengaruhi kurikulum dapat
dilihat dari dua sisi, yaitu yang pertama berhubungan dengan penerapan
teknologi adalah perencanaan yang sistematis dengan menggunakan media atau alat
dalam pembelajaran. Yang kedua, teknologi sebagai suatu sistem menekankan
kepada penyusunan program pembelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem
yang ditandai dengan perumusan tujuan khusus sebagai tujuan tingkah laku yang
harus dicapai.[6]
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Kurikulum adalah
program pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi
siswa. Perkembangan kurikulum dilakukan bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuan
pendidikan. Model dan desain pengembangan kurikulum adalah konstruksinya
sebagai bagian dari proses pengembangan kurikulum, yang mana dari model maupun
desain pengembangan kurikulum mempunyai jenis-jenis berbeda yang ada di
dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tim pengembang
MKDP, kurikulum dan Pembelajaran,
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
2. Sanjaya, Wina, Kurikulum
dan Pembelajaran, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010
3. Haryati,
Nik, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Alfabeta, Bandung,
2011
4.
Sukmadinata, Nana
Syaodih, Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktik, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung, 1997
5.
Hamalik, Oemar, Manajemen
Pengembangan Kurikulum, Remaja Rosdakarya Offset, Bandung, 2012.
[1] Nik Haryati, S.Pd.I, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Bandung : Alfabeta, 2011),hlm. 86-88.
[2] Prof. Dr. Nana Syaodih
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktik, ( Bandung : PT
Remaja Rosdakarya, 1997), hlm. 161-170.
[3] Nik Haryati, S.Pd.I, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Bandung : Alfabeta, 2011),hlm. 93-99.
[4]Tim
pengembang MKDP, kurikulum dan Pembelajaran ( Jakarta : Raja Grafindo Persada),
hal. 78-87.
[5] Oemar Hamalik, Manajemen
Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2012) hlm. 154
[6]Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran ( Jakarta : Kencana Prenada Media
Group, 2010), hal. 64-76.
0 komentar
Posting Komentar