Senin, 17 Oktober 2016

MODEL DAN DESAIN PENGEMBANGAN KURIKULUM




Disusun oleh;
Nilty Shofiyya             NIM: 2021114060
Roziqoh                       NIM: 2021114054
M.Syariful Anam        NIM: 2021113085


Kelas G

JURUSAN TARBIYAH PRODI PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2016
 



BAB  II
PEMBAHASAN

A.      Model Pengembangan Kurikulum
Model pengembangan kurikulum merupakan konstruksi yang dijadikan lambang teoritis untuk melaksanakan suatu kegiatan. Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Dalam kegiatan pengembangan kurikulum
, model merupakan ulasan teoritis tentang proses pengembangan kurikulum secara menyeluruh  atau dapat pula hanya mencakup salah satu komponen kurikulum. Ulasan teoritis tersebut menekankan pada ulasan yang berbeda-beda. Ada yang menekankan pada komponen organisasi kurikulum dan ada pula yang menekankan pada mekanisme pengembangannya saja.
Adapun model-model pengembangan kuriklulum yang di kemukakan oleh beberapa ahli adalah sebagai berikut:
1.    Model Pengembangan Kurikulum Rogers
Model yang dikemukakan oleh Rogers berguna bagi para pengajar di sekolah ataupun di perguruan tinggi. Ada beberapa model yang dikemukakan Rogers, yaitu jumlah dari model yang paling sederhana sampai dengan yang komplit. Adapun model-model tersebut (ada empat model) dapat dikemukaakan sebagai berikut :
a.       Model I (atau model yang paling sederhana) menggambarkan bahwa kegiatan pendidikan semata-mata terdiri atas kegiatan memberikan informasi (isi pelajaran) dan ujian.
b.      Model II  dilakukan dengan menyempurnakan model I dengan memperkirakan pemilihan metode yang efektif bagi berlangsungnya proses pengajaran. Di samping itu, bahan pelajaran juga sudah disusun secara sistematis, dari yang mudah ke yang lebih sukar dan juga memperhatikan luas dan dalamnya suatu bahan pelajaran. Akan tetapi, model II belum memperhatikan masalah teknologi pendidikan yang sangat menunjang keberhasilan kegiatan pengajaran.
c.       Model III pengembangan kurikulum ini merupakan penyempurnaan model II yaitu dengan memasukkan  unsur teknologi pendidikan ke dalamnya. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa teknologi pendidikan merupakan faktor yang sangat menunjang dalam keberhasilan kegiatan belajar mengajar.
d.      Model IV, pengembangan kurikulum merupakan penyempurnaan model III, yaitu dengan memasukkan unsure tujuan ke dalamnya. Tujuan organisasi bahan, teknologi pengajaran, isi pelajaran maupun kegiatan penilaian yang dilakukan.[1]

2.    Model Pengembngan Kurikulum Zais
Robert S. Zais (1978) mengemukakan delapan macam model pengembangan kurikulum. Model-model tersebut sebagian merupakan model yang sering di tempuh dalam kegiatan pengembangan kurikulum sekolah, dan sebagian merupakan ulasan terhadap model yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh tertentu, model-model tersebut diantaranya adalah :
a.       The administrative model
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model administratif atau line staff karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi.
b.      The grass roots model
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tapi datang dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama, digunakan dalam system pengelolaan pendidikan kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan model grass roots akan berkembang dalam system pendidikan yang bersifat desentralisasi.
c.       Beauchamp’s system
Model pengembangan kurikulum ini, dikembangkan oleh Beauchamp seorang ahli kurikulum. Beauchamp mengemukakan lima hal di dalam pengembangan suatu kurikulum.
1.)    menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi ataupun seluruh Negara.
2.)    menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut terlibat dalam pengembangan kurikulum.
3.)    organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus.
4.)    Implementasi kurikulum, langkah ini merupakan langkah mengimplemantasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana.
5.)    Evaluasi kurikulum.
d.      The demonstration model
Model demontrasi pada dasarnya bersifat grass roots, datang dari bawah. Model ini umumnya berskala kecil, hanya mencakup suatu atau beberapa sekolah, suatu komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum, karena sifatnya ingin mengubah atau mengganti kurikulum yang ada, pengembangan kurikulum sering mendapat tantangan dari pihak-pihak tertentu.
e.       Taba’s inverted model
Menurut cara yang bersifat tradisional pengembangan kurikulum dilakukan secara deduktif, dengan urutan :
1.)    Penentuan prinsip-prinsip dan kebijaksanaan dasar,
2.)    Merumuskan desain kurikulum yang bersifat menyeluruh didasarkan atas komitmen-komitmen tertentu,
3.)    Menyusun unit-unit kurikulum sejalandengan desain yang menyeluruh,
4.)    Melaksanakan kurikulum di dalam kelas.
Ada lima langkah pengembangan kurikulum model Taba ini.
a.)    Mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru
b.)    Menguji unit eksperimen
c.)    Mengadakan revisi dan konsolidasi
d.)   Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum
e.)    Implementasi dan diseminasi.
f.       Roger’s interpersonal relations model
Meskipun Rogers bukan seorang ahli pendidikan (ia ahli psikologi atau psikoterapi) tetapi konsep-konsepnya tentang psikoterapi khususnya bagaimana membimbing individu juga dapat diterapkan dalam bidang pendidikan dan pengembangan kurikulum. Menurut When Crosby (1970 : 388) perubahan kurikulum adalah perubahan individu.
Menurut Rogers manusia berada dalam proses perubahan (becoming, developing, changing), sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi  untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu ia membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar atau mempercepat perubahan tersebut.
g.      The Syistematic action-research model
Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Hal itu mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa, guru, struktur sistem sekolah, pola hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan masyarakat.
h.      Emerging technical models
Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi efektivitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan model-model kurikulum. Tumbuh kecenderungan-kecenderungan baru yang didasarkan atas hal itu, diantaranya :
1.)    The Behavioral Analysis model, menetapkan penguasaan perilaku atau kemampuan yang kompleks.
2.)    The System Analysis model berasal dari gerakan efisiensi bisnis.
3.)    The Computer-Based model, suatu model pengembangan kurikulum  dengan  memanfaatkan computer.[2]

3.    Model Ralph Tyler
Model pengembangan kurikulum yang dikemukakan Tyler (1949) diajukan berdasarkan pada beberapa pertanyaan yang mengarah pada langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah :
a.     Tujuan pendidikan apa yang harus dicapai oleh sekolah.
b.    Pengalaman-pengalaman pendidikan apakah yang semestinya diberikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
c.     Bagaimanakah pengalaman-pengalaman pendidikan sebaiknya diorganisasikan.
d.    Bagaimanakah menentukan bahwa tujuan telah dicapai.
Oleh karena itu, menurut Tyler ada empat tahap yang harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum, yang meliputi :
a.    Menentukan tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan merupakan arah atau sasaran akhir yang harus dicapai dalam program pendidikan dan pembelajaran. Tujuan pendidikan harus menggambarkan perilaku akhir setelah peserta didik mengikuti program pendidikan.
Ada tiga aspek yang harus dipertimbangkan sebagai sumber dalam penentuan tujuan pedidikan menurut Tyler, yaitu :
1.) Hakikat peserta didik.
2.) Kehidupan masyarakat masa kini.
3.) Pandangan para ahli bidang studi.
4.) Menentukan proses pembelajaran yang harus dilakukan.
Salah satu aspek yang harus diperhatiakan dalam penentuan proses pembelajaran adalah persepsi dan latar belakang kemampuan peserta didik. Artinya, pengalaman yang sudah dimiliki siswa harus menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan proses pembelajaran selanjutnya. Dalam proses pembelajaran akan terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungan atau sumber belajar yang tujuannya untuk membentuk sikap, pengetahuan dan keterampilan sehingga menjadi perilaku yng utuh. Oleh karena itu, ketetapan dalam pemilihan proses pembelajaran sangat menentukan dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
b.    Menentukan organisasi pengalaman belajar.
Pengalaman belajar di dalamnya mencakup tahapan-tahapan belajar dan isi atau materi belajar. Bahan yang harus dipelajari peserta didik dan pengalaman belajar apa yang harus dilakukan, diorganisasi sedemikian rupa sehingga dapat memudahkan dalam pencapaian tujuan.
c.    Menentukan evaluasi pembelajaran.
Menentukan jenis evaluasi apa yang cocok digunakan, merupakan kegiatan akhir dalam model Tyler. Jenis penilaian yang akan digunakan, harus disesuaikan dengan jenis dan sifat dari tujuan pendidikan atau pembelajaran, materi pembelajaran, dan proses belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Agar penetapan jenis evaluasi bisa tepat, maka para pengembang kurikulum di samping harus memperhatikan komponen-komponen kurikulum lainnya, juga harus memperhatikan prinsip-prinsip evaluasi yang ada.

4.    Model  administratif
Pengembangan kurikulum model ini disebut juga dengan istilah dari atas ke bawah (top down) atau staf lini (line-staff procedure), artinya pengembangan kurikulum ini ide awal dan pelaksanaannya dimulai dari para pejabat tingkat atas pembuat keputusan dan kebijakan berkaitan dengan pengembangan kurikulum. Tim ini sekaligus sebagai tim pengarah dalam pengembangan kurikulum. Langkah kedua adalah membentuk suatu tim panitia pelaksana atau komisi untuk mengembangkan kurikulum yang didukung oleh beberapa anggota yang terdiri dari para ahli.
Tim ini bertugas untuk mengembangkan konsep-konsep umum, landasan, rujukan, maupun strategi pengembangan kurikulum yang selanjutnya menyusun kurikulum secara operasional berkaitan dengan pengembangan atau rumusan tujuan pendidikan maupun pembelajaran, pemilihan dan penyusunan rambu-rambu dan substansi materi pelajaran, dan menentukan penilaian pembelajaran.
Selanjutnya, kurikulum yang sudah selesai disusun kemudian diajukan untuk diperiksa dan diperbaiki oleh tim pengarah. Setelah perbaikan dan penyempurnaan, kurikulum tersebut perlu diujicobakan secara nyata di berbagai sekolah yang dianggap representatif.

5.    Model grass roots
Model ini merupakan pengembangan kurikulum yang dimulai dari arus bawah. Dalam prosesnya pengembangan kurikulum ini diawali dari gagasan guru-guru sebagai pelaksana pendidikan di sekolah. Model grass roots lebih demokratis karena pengembangan dilakukan oleh para pelaksana di lapangan, sehingga perbaikan dan peningkatan dapat dimulai dari unit-unit terkecil dan spesifik menuju pada bagian-bagian yang lebih besar. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum model ini, diantaranya :
a.    Guru harus memiliki kemampuan yang profesional.
b.    Guru harus terlibat penuh dalam perbaikan kurikulum, penyelesaian masalah kurikulum.
c.    Guru harus terlibat langsung dalam perumusan tujuan, pemilihan bahan, dan penentuan evaluasi.
d.   Seringnya pertemuan kelompok kurikulum yang akan berdampak terhadap pemahaman guru dan akan menghasilkan konsensus tujuan, prinsip, maupun rencana-rencana.

6.    D.K Wheeler
Dalam bukunya yang cukup berpengaruh, Curriculum Process, Wheeler (1967) mempunyai argumen tersendiri agar pengembanagan kurikulum (curriculum developers) dapat menggunakan suatu proses melingkar (a cycle process), yang mana setiap elemen saling berhubungan dan saling bergantung.
Pendekatan yang digunakan Wheeler dalam pengembangan kurikulum pada dasarnya memiliki bentuk rasional. Setiap langkahnya merupakan pengembangan secara logis terhadap model sebelumnya, dimana secara umum suatu langkah tidak dapat dilakukan sebelum langkah-langkah sebelumnya telah diselesaikan.
Langkah-langkah atau phases wheeler  adalah :
a.    Seleksi maksud, tujuan dan sasarannya.
b.    Seleksi pengalaman belajar untuk membantu mencapai maksud, tujuan dan sasaran.
c.    Seleksi isi melalui tipe-tipe tertentu dari pengalaman yang mungkin ditawarkan.
d.   Organisasi dan integrasi pengalaman belajar dan isi yang berkenaan dengan proses belajar mengajar.
e.    Evaluasi setiap fase dan masalah tujuan-tujuan.

7.    Model Pengembangan Kurikulum Audery dan Howard Nichollas
Dalam bukunya, Developing Curriculum : A Practical Guide, Audery, dan Howard Nichollas mengembangkan suatu pendekatan yang tegas mencakup elemen-elemen kurikulum dengan jelas tapi ringkas.
Nicholls menitikberatkan pada pendekatan pengembangan kurikulum yang rasional, khususnya kebutuhan untuk kurikulum baru yang muncul dari adanya perubahan situasi.
Terdapat lima langkah atau tahap yang diperlukan dalam proses pengembangan secara kontinu. Langkah-langkah tersebut menurut Nichollas adalah :
a.       Analisis situasi.
b.      Seleksi tujuan.
c.       Seleksi dan organisasi isi.
d.      Seleksi dan organisasi mode.
e.       Evaluasi.

8.    Model Pengembangan Kurikulum Decker Walker
Pada awal tahun 1970, Decker Walker berpendapat bahwa objectives atau rational model dalam proses kurikulum ini tidak menerima pendapat dalam literature yang tidak popular. Walker berpendapat bahwa para pengembang kurikulum tidak mengikuti pendekatan yang telah ditentukan dari urutan yang rasional dari elemen-elemen kurikulum ketika mereka mengembangkan kurikulum.
Pada langkah pertama, walker mempunyai argumen bahwa pernyataan platform diorganisasikan oleh para pengembang kurikulum dan pernyataan tersebut berisi serangkaian ide, preferensi atau pilihan, pendapat, keyakinan, dan nilai-nilai yang dimiliki kurikulum.
Kemudian, walker berpendapat bahwa pengembangan kurikulum tidak memulai tugas mereka dalam keadaan kosong. Ide-ide, nilai-nilai, konsepsi, dan hal-hal lain yang pengembang kurikulum gunakan untuk proses pengembangan kurikulum mengindikasikan adanya kesukaran dan perlakuan sebagai dasar pengembangan kurikulum.
9.    Model Pengembangan Kurikulum Malcolm Skilbeck
Malcolm Skilbeck, direktur pusat pengembangan kurikulum Australia, mengembangkan suatu interaksi alternative atau model dinamis  bagi proses kurikulum. Dalam sebuah artikelnya, Skillbeck (1976) menganjurkan suatu pendekatan dalam mengembangkan kurikulum pada tingkat sekolah. Pendapatnya mengenai sekolah didasarkan pada pengembangan kurikulum (SBCD), sehingga Skilbeck memberikan suatu modal yang membuat pendidik dapat mengembangkan kurikulum secara tepat realistis. Dalam hal ini, Skilbeck mempertimbangkan model dynamic in nature.
Model dinamis atau interaktif menetapkan bahwa pengembangan kurikulum harus mendahulukan suatu elemen kurikulum dan melaluinya dengan suatu urutan yang telah ditentukan dan dianjurkan oleh model rasional.[3]
10.     Model Olivia
Menurut Olivia suatu model kurikulum harus bersifat simpel,komprehensif dan sistematik. Komponennya terdiri dari :
a.       Perumusan filosofis.
b.      Perumusan tujuan umum.
c.       Perumusan tujuan khusus.
d.      Desain perencanaan .
e.       Implementasi.
f.       Evaluasi.
11.     Model Beauchamp
Menurut Beauchamp, proses pengembangan kurikulum meliputi lima tahap, yaitu :
a.       Menentukan arena atau wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum.
b.      Menetapkan personalia.
c.       Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum.
d.      Implementasi kurikulum.
e.       Evaluasi kurikulum.[4]
12.     Model Taba
Taba mempercayai bahwa guru merupakan faktor utama dalam usaha pengembangan kurikulum. Menurut Taba, guru harus penuh aktif dalam pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum yang dilakukan guru dan memosisikan guru sebagai inovator dalam pengembang kurikulum merupakan karakteristik dalam model pengembangan Taba.
Langkah-langkahnya sebagai berikut :
a.     Mengadakan unit-unit eksperimen bersama dengan guru-guru.
b.    Menguji unit eksperimen.
c.     Mengadakan revisi dan konsolidasi.
d.    Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum.
e.     Implementasi dan desiminasi.

13.     Model Miller-Seller
Merupakan model pengembangan kurikulum kombinasi dari model transmisi (gagne) dan model transaksi (taba’s & robinson), dengan tahapan pengembangan sebagai berikut :
a.       Klarifikasi orientasi kurikulum.
b.       Pengembangan tujuan.
c.       Identifikasi model mengajar.
d.      Implementasi.

B.       Desain Pengembangan Kurikulum
A Curriculum design is a set of abstract relationship embodied in the materials and learning activities of course in use. Dalam konteks ini, variabel-variabel pokok yakni mata ajaran, siswa, guru, dan milieu dilibatkan bersama. [5]
Beberapa desain kurikulum yang ada antara lain sebagai berikut:
1.    Desain kurikulum disiplin ilmu
Desain pengembangan kurikulum ini berorientasi pada pengembangan intelektual siswa yang dikembangkan oleh para ahli mata pelajaran sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing. Bentuk-bentuk organisasi kurikulum ini sebagai berikut :
a.       Subject centered curriculum
Bahan atau isi kurikulum disusun dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah. Pada pengembangan kurikulum di dalam kelas atau pada kebiasaan belajar mengajar, setiap guru hanya bertanggung jawab pada mata pelajaran yang diberikannya.
b.      Correlated curriculum
Pada organisasi kurikulum ini, mata pelajaran tidak disajikan secara terpisah, akan tetapi mata pelajaran yang memiliki kedekatan atau sejenis dikelompokkan sehingga menjadi suatu bidang studi.
Mengorelasikan bahan atau isi kurikulum dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan :
1)      Pendekatan struktural
2)      Pendekatan fungsional
3)      Pendekatan derah
c.       Integrated curriculum
Di sini tidak lagi menampakkan nama-nama pelajaran atau bidang studi. Belajar berangkat dari suatu pokok masalah yang harus dipecahkan. Masalah tersebut kemudian dinamakan unit, belajar berdasarkan unit bukan hanya menghafal sejumlah fakta, akan tetapi juga mencari dan menganalisis fakta sebagai bahan untuk memecahkan masalah.

2.    Desain kurikulum berorientasi pada masyarakat
Asumsi yang mendasari bentuk rancangan kurikulum ini adalah, bahwa tujuan dari sekolah adalah untuk melayani kebutuhan masyarakat. oleh karena itu, kebutuhan masyarakat harus dijadikan dasar dalam menentukan isi kurikulum.
a.    Perspektif status quo
Rancangan kurikulum ini diarahkan untuk melestarikan nilai-nilai budaya masyarakat. Dalam perspektif ini kurikulum merupakan perencanaan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada anak didik sebagai persiapan menjadi orang dewasa yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat. Yang dijadikan dasar oleh para perancang kurikulum adalah aspek-aspek penting kehidupan masyarakat.
b.    Perspektif pembaharuan
Dalam perspektif ini, kurikulum dikembangkan untuk lebih meningkatkan kualitas masyarakat itu sendiri. Kurikulum reformasi menghendaki peran serta masyarakat secara total dalam proses pendidikan. Pendidikan dalam perspektif ini harus berperan untuk mengubah tatanan sosial masyarakat.
c.    Perspektif masa depan
Perspektif masa depan sering dikaitkan dengan kurikulum rekonstruksi sosial, yang menekankan kepada proses mengembangkan hubungan antara kurikulum dan kehidupan sosial, politik, dan ekonomi masyarakat. Model kurikulum ini lebih mengutamakan kepentingan sosial dari pada kepentingan individu.
Ada tiga kriteria yang harus diperhatikan dalam proses mengimplementasikan kurikulum ini. Ketiganya menuntut pembeljaran nyata (real), berdasarkan pada tindakan (action), dan mengandung nilai (velues). Ketiga kriteria tersebut adalah pertama, siswa harus memfokuskan kepada salah satu aspek yang ada di masyarakat yang dianggapnya perlu untuk diubah. Kedua, siswa harus melakukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi masyarakat itu. Ketiga, tindakan siswa harus didasarkan kepada nilai (values), apakah tindakan itu patut dilaksanakan atau tidak, apakah memerlukan kerja individual atau kelompok atau bahkan keduanya.

3.    Desain kurikulum berorientasi pada siswa
Asumsi yang mendasari desain ini adalah bahwa  pendidikan diselenggarakan untuk membantu anak didik. Oleh karena itu, penndidikan tidak boleh terlepas dari kehidupan anak didik.
Desain kurikulum yang berorientasi pada anak didik, dapat dilihat dari:
a.    Perspektif kehidupan anak di masyarakat
Kurikulum berorientasi pada kehidupan anak di masyarakat, mengharapkan materi kurikulum yang dipelajari di sekolah serta pengalaman belajar, didesain sesuai dengan kebutuhan anak sebagai persiapan agar mereka dapat hidup di masyarakat.

b.    Perspektif psikologis
Dalam perspektif psikologis, desain kurikulum yang berorientasi kepada siswa, sering diartikan juga sebagai kurikulum yang bersifat humanistik, yang muncul sebagai reaksi terhadap proses pendidikan yang hanya berorientasi pada segi intelektual.

4.    Desain kurikulum teknologis
Desain ini difokuskan kepada efektivitas program, metode dan bahan-bahan yang dianggap dapat mencapai tujuan. Teknologi mempengaruhi kurikulum dapat dilihat dari dua sisi, yaitu yang pertama berhubungan dengan penerapan teknologi adalah perencanaan yang sistematis dengan menggunakan media atau alat dalam pembelajaran. Yang kedua, teknologi sebagai suatu sistem menekankan kepada penyusunan program pembelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem yang ditandai dengan perumusan tujuan khusus sebagai tujuan tingkah laku yang harus dicapai.[6]



BAB  III
PENUTUP

A.      Simpulan
Kurikulum adalah program pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa. Perkembangan kurikulum dilakukan bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Model dan desain pengembangan kurikulum adalah konstruksinya sebagai bagian dari proses pengembangan kurikulum, yang mana dari model maupun desain pengembangan kurikulum mempunyai jenis-jenis berbeda yang ada di dalamnya.



DAFTAR PUSTAKA

1.      Tim pengembang MKDP, kurikulum dan Pembelajaran, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
2.      Sanjaya, Wina, Kurikulum dan Pembelajaran, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010
3.      Haryati, Nik, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Alfabeta, Bandung, 2011
4.      Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktik, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1997
5.      Hamalik, Oemar, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Remaja Rosdakarya Offset, Bandung, 2012.


[1] Nik Haryati, S.Pd.I, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Bandung : Alfabeta, 2011),hlm. 86-88.
[2] Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktik, ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1997), hlm. 161-170.
[3] Nik Haryati, S.Pd.I, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Bandung : Alfabeta, 2011),hlm. 93-99.
[4]Tim pengembang MKDP, kurikulum dan Pembelajaran ( Jakarta : Raja Grafindo Persada), hal. 78-87.
[5] Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2012) hlm. 154
[6]Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010),  hal. 64-76.

0 komentar

Posting Komentar